Rabu, 27 Juni 2012
Selasa, 26 Juni 2012
Minggu, 01 Januari 2012
Siapa yang Mau?
(Marianus Ivo M)
Sepulang dari Australia, Savo langsung menuju Desa Sidodadi tempat dimana dia dibesarkan. Savo adalah siswa berprestasi yang mendapat beasiswa untuk bersekolah di Australia. Dia seorang yang baik, yang peduli akan kondisi sekitarnya.
Sesampainya di Desa Sidodadi, dia sangat terkejut akan sambutan yang dia lihat, yaitu kondisi desa yang kumuh. Sungguh tidak mencerminkan kondisi desa yang lestari. Savo kecewa akan apa yang telah dia lihat ini. Padahal ketika di Australia, dia selalu membayangkan kondisi desa yang asri, yang melebihi keasrian ketika dia masih berada di tengah desa tersebut. Dalam benaknya dia berkata, “Aku telah meninggalkan desa ini selama 5 tahun. Dulu, desa ini adalah teladan desa yang lain yang selalu mendapat pujian dari bapak camat. Mengapa kini setelah 5 tahun kutinggalkan, kondisi semakin parah, lebih parah dari korban tsunami.” Sungguh kecewa Savo akan desa yang dikaguminya.
Rumah Savo semakin lama semakin terlihat. Dia sangat rindu akan rumahnya itu. Dari kejauhan dia sudah menunjukkan ekspresi wajah yang berbinar-binar dan matanya mulai kerkaca-kaca. Maklum saja, Savo ini bukan tipe orang yang senang berada jauh dari keluarganya apalagi dari rumahnya itu. Dan baru pertama kali ini, selama bertahun-tahun dia jauh dari keluarga dan rumah kesayangannya itu.
Mobil yang mengantar Savo berhenti tepat di depan rumah Savo. Keluarga besarnya menyambut Savo dengan kesederhanaan, seperti yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang desa. Hanya dengan makan siang ala kadarnya beserta kelapa muda yang turut menghiasi meja makan.
Penyambutan Savo semakin terasa ketika dia melihat Ndari, sahabat kecilnya. Walaupun sudah dianggap orang besar oleh masyarakat desa Sidodadi karena beasiswanya itu, Savo tetap menjadi Savo yang dulu. Savo tetap akrab dengan Ndari. Sebab sudah 17 tahun mereka hidup bersama. Rumah mereka tidak berjauhan hanya berjarak 10 meter, jadi memang sudah selayaknya mereka bersahabat.
Setelah mereka santap siang bersama, mereka duduk berdua di teras rumah Savo. Savo bertanya kepada Ndari tentang masalah yang ditemukannya ketika melihat kondisi Desa Sidodadi yang kumuh. “Eh, kok kondisi desa sekarang jadi seperti ini? Padahal dulu desa kita ini adalah desa teladan bagi kecamatan.” “Iya Savo, ini semua mungkin dikarenakan kepala desa tahun ini, yaitu Pak Samsudin. Beliau kurang perhatian akan masalah lingkungan. Warga pun sudah muak akan beliau, yang tak mau ambil bagian akan urusan masyarakat. Janji-janji yang dilontarkan sewaktu kampanya dulu hanyalah janji palsu.” “Hah… bukannya beliau sudah dari dulu dibenci oleh warga?” “Aku juga kurang tahu mengapa beliau sampai terpilih, mungkin ya karena janji gombalnya itu.” Ndari teringat akan sesuatu, “ Aduh, kelinciku belum makan hari ini dan aku belum mencari makan untuk dia. Aku pulang dulu ya, mau cari makan untuk Siko kelinciku.” Setelah itu Ndari pulang dan Savo masuk ke dalam rumahnya untuk istirahat.
Sore hari, terlihat Savo merenung di teras rumah. Entah apa yang dia pikirkan, maungkin saja dia masih terbayang akan kondisi kumuh desanya itu.
Orang tuanya menghampiri. Sejenak di berfikir sesuatu dan mulai berbicara, “Pak, Bu apakah masyarakat bias diajak kembali untuk membangun desa ini menjadi desa yang bersih? Saya turut prihatin akan kondisi ini dan saya sebagai satu-satunya putera desa yang bersekolah di luar negeri turut bertanggung jawab untuk mengembalikan kondisi 5 tahun lalu.” “Bapak juga turut prihatin akan semua ini, tetapi apa boleh buat, masyarakat sudah tidak mau tahu akan semua ini. Sudah ada satu, dua warga yang mengajak masyarakat untuk memperbaiki desa, tetapi tetap hasilnya nol.” Karena jawaban itu, Savo meningglkan mereka lalu berjalan menuju luar rumahnya tanpa tujuan.
Ternyata Savo mengajak satu, dua, beberapa dan banyak warga untuk mengatasi masalah desanya itu. Semangat yang ada pada Savo tidak merubah pemikiran warga, tetap saja warga tidak mau.
Sampai akhirnya Savo meminjam sound, mic beserta perlengkapan lainnya untuk mengajak warga desa untuk mengatasi masalah itu. Dia dan Ndari berkeliling desa Sidodadi. “Ayo warga Desa Sidodadi, kita yang mempunyai desa ini berkewajiban memelihara dan merawatnya. Sekarang kita ketahui desa ini menjadi desa yang kumuh. Apakah anda rela gelar desa teladan yang telah kita punya dulu hilang begitu saja? Ayo semua kita bersama, bersatu untuk mewujudkan Desa Sidodadi menjadi desa teladan kembali. Biarkanlah pemimpin kita yang sudah acuh terhadap lingkungan. Biarkan dia! Yang penting kita pemilik desa ini mau bertindak. Ayo semuanya, siapa yang mau? Siapa yang mau?”
Banyak warga yang tertawa karena tindakan Savo itu. Ada yang mengejek dia. Ada yang diam. Tetapi ada juga yang sadar bahwa masalah desa perlu diatasi bersama, tetapi karena banyak yang tetap diam akhirnya mereka terbawa dan ikut diam.
Savo kecewa. Benar-benar kecewa. “Ndari kalau kau mau mengikuti mereka silahkan, aku tidak memaksa engkau. Tetapi aku tidak menyangka, putus asa mereka telah sebesar ini.” “Tidak Savo, aku akan mengikuti ajakanmu untuk mengatahi desa ini. Banyak suka dan duka sudah kita alami bersama. Setelah 5 tahun kita berpisah, kini saatnya kita ulangi kebersamaan kita. Kita berjuang bersama, kita buktikan kepada warga dan kepada Pak Samsudin bahwa kita bisa.”
Hanya Ndari saja yang mau mengikuti ajakan Savo. Setelah itu, mereka berdua mulai berjuang memulihkan Desa Sidodadi kembali seperti semula. Hasil belajar Savo selama ini tidak sia-sia. Ternyata dari hal yang mengecewakan tersebut, Savo dapat membantu desanya dengan ilmu yang didapat dari Australia.
Pertama mereka hanya membersihkan lingkungan yang paling kumuh. Rasa capek sedikit demi sedikit mulai terasa. Tetapi Ndari menemukan satu ide, “ Bagaimana kalau kita ajak anak-anak kecil di sekitar sini untuk membantu? Mereka pasti mau.” Akhirnya usaha Ndari berhasil. Sehingga mereka dibantu oleh beberapa anak kecil.
Masyarakat yang melihat hal itu, merasa ingin membantu. Keringat yang mengucur di tubuh Savo menggugah hati mereka. Sedikit demi sedikit dari mereka mulai membantu. Setelah itu, Savo berfikir untuk mengajak masyarakat yang lain kembali, mungkin dengan kesadaran sebagian masyarakat tersebut juga akan menyadarkan masyarakat yang lain. Savo mengajak mereka untuk berkeliling desa guna mengajak masyarakat yang lain. Hasilnya, banyak masyarakat yang mau mengikuti Savo.
Selama 3 hari, Desa Sidodadi melaksanakan kerja bakti, yang berupa bersih lingkungan, menanam tanaman hias, pemasangan lampu pada jalan yang gelap dan perbaikan jalan dengan swadaya sendiri. Savo mendapat banyak pujian dari masyarakat. Orang tua Savo dan Ndari bangga pada Savo, karena berhasil memulihkan desa tersebut, walaupun belum sepenuhnya kembali seperti dulu.
Sepulang Pak Samsudin dari liburan di Kota Batu, dia kaget melihat kondisi desa yang sedemikian rupa. Lalu dia memanggil salah seorang warga dan bertanya kepadanya, “Siapa yang menjadikan desaku ini menjadi sebersih ini. Lancang sekali dia melangkahi kekuasaanku.” “Ini semua hasil dari Savo yang mengajak masyarakat kerja bakti.” Akhirnya Savo dipanggil Pak Samsudin, disana Savo dihajar oleh Pak Samsudin karena dianggap melangkahi kekuasaannya. Ketika masyarakat mengetahui hal itu, bersama-sama mereka menuju rumah Pak Samsudin untuk memprotes tidakannya tersebut sekaligus mereka memintanya untuk mundur dari jabatan kepala desa. Tindakan masyarakat sungguh brutal, rumah Pak samsudin menjadi bulan-bulanan mereka begitu pula dengan mobil mobil yang dimilikinya. Saat itu pula, ternyata Savo masuk rumah sakit. Mendengar hal itu, Pak Samsudin sadar bahwa selama ini dia melakukan kesalahan yang besar pada desa itu. Dan saat itu pula, dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan yang dia emban.
Savo tidak bisa melihat keputusan kepala desanya itu. Tetapi disana dia bersama Ndari turut bergembira akan keputusannya itu. Ini semua berkat jasa Savo juga Ndari yang telah mau diajak Savo memgembalikan kondisi desa tersebut.
Sepulang dari Australia, Savo langsung menuju Desa Sidodadi tempat dimana dia dibesarkan. Savo adalah siswa berprestasi yang mendapat beasiswa untuk bersekolah di Australia. Dia seorang yang baik, yang peduli akan kondisi sekitarnya.
Sesampainya di Desa Sidodadi, dia sangat terkejut akan sambutan yang dia lihat, yaitu kondisi desa yang kumuh. Sungguh tidak mencerminkan kondisi desa yang lestari. Savo kecewa akan apa yang telah dia lihat ini. Padahal ketika di Australia, dia selalu membayangkan kondisi desa yang asri, yang melebihi keasrian ketika dia masih berada di tengah desa tersebut. Dalam benaknya dia berkata, “Aku telah meninggalkan desa ini selama 5 tahun. Dulu, desa ini adalah teladan desa yang lain yang selalu mendapat pujian dari bapak camat. Mengapa kini setelah 5 tahun kutinggalkan, kondisi semakin parah, lebih parah dari korban tsunami.” Sungguh kecewa Savo akan desa yang dikaguminya.
Rumah Savo semakin lama semakin terlihat. Dia sangat rindu akan rumahnya itu. Dari kejauhan dia sudah menunjukkan ekspresi wajah yang berbinar-binar dan matanya mulai kerkaca-kaca. Maklum saja, Savo ini bukan tipe orang yang senang berada jauh dari keluarganya apalagi dari rumahnya itu. Dan baru pertama kali ini, selama bertahun-tahun dia jauh dari keluarga dan rumah kesayangannya itu.
Mobil yang mengantar Savo berhenti tepat di depan rumah Savo. Keluarga besarnya menyambut Savo dengan kesederhanaan, seperti yang sering dilakukan oleh kebanyakan orang desa. Hanya dengan makan siang ala kadarnya beserta kelapa muda yang turut menghiasi meja makan.
Penyambutan Savo semakin terasa ketika dia melihat Ndari, sahabat kecilnya. Walaupun sudah dianggap orang besar oleh masyarakat desa Sidodadi karena beasiswanya itu, Savo tetap menjadi Savo yang dulu. Savo tetap akrab dengan Ndari. Sebab sudah 17 tahun mereka hidup bersama. Rumah mereka tidak berjauhan hanya berjarak 10 meter, jadi memang sudah selayaknya mereka bersahabat.
Setelah mereka santap siang bersama, mereka duduk berdua di teras rumah Savo. Savo bertanya kepada Ndari tentang masalah yang ditemukannya ketika melihat kondisi Desa Sidodadi yang kumuh. “Eh, kok kondisi desa sekarang jadi seperti ini? Padahal dulu desa kita ini adalah desa teladan bagi kecamatan.” “Iya Savo, ini semua mungkin dikarenakan kepala desa tahun ini, yaitu Pak Samsudin. Beliau kurang perhatian akan masalah lingkungan. Warga pun sudah muak akan beliau, yang tak mau ambil bagian akan urusan masyarakat. Janji-janji yang dilontarkan sewaktu kampanya dulu hanyalah janji palsu.” “Hah… bukannya beliau sudah dari dulu dibenci oleh warga?” “Aku juga kurang tahu mengapa beliau sampai terpilih, mungkin ya karena janji gombalnya itu.” Ndari teringat akan sesuatu, “ Aduh, kelinciku belum makan hari ini dan aku belum mencari makan untuk dia. Aku pulang dulu ya, mau cari makan untuk Siko kelinciku.” Setelah itu Ndari pulang dan Savo masuk ke dalam rumahnya untuk istirahat.
Sore hari, terlihat Savo merenung di teras rumah. Entah apa yang dia pikirkan, maungkin saja dia masih terbayang akan kondisi kumuh desanya itu.
Orang tuanya menghampiri. Sejenak di berfikir sesuatu dan mulai berbicara, “Pak, Bu apakah masyarakat bias diajak kembali untuk membangun desa ini menjadi desa yang bersih? Saya turut prihatin akan kondisi ini dan saya sebagai satu-satunya putera desa yang bersekolah di luar negeri turut bertanggung jawab untuk mengembalikan kondisi 5 tahun lalu.” “Bapak juga turut prihatin akan semua ini, tetapi apa boleh buat, masyarakat sudah tidak mau tahu akan semua ini. Sudah ada satu, dua warga yang mengajak masyarakat untuk memperbaiki desa, tetapi tetap hasilnya nol.” Karena jawaban itu, Savo meningglkan mereka lalu berjalan menuju luar rumahnya tanpa tujuan.
Ternyata Savo mengajak satu, dua, beberapa dan banyak warga untuk mengatasi masalah desanya itu. Semangat yang ada pada Savo tidak merubah pemikiran warga, tetap saja warga tidak mau.
Sampai akhirnya Savo meminjam sound, mic beserta perlengkapan lainnya untuk mengajak warga desa untuk mengatasi masalah itu. Dia dan Ndari berkeliling desa Sidodadi. “Ayo warga Desa Sidodadi, kita yang mempunyai desa ini berkewajiban memelihara dan merawatnya. Sekarang kita ketahui desa ini menjadi desa yang kumuh. Apakah anda rela gelar desa teladan yang telah kita punya dulu hilang begitu saja? Ayo semua kita bersama, bersatu untuk mewujudkan Desa Sidodadi menjadi desa teladan kembali. Biarkanlah pemimpin kita yang sudah acuh terhadap lingkungan. Biarkan dia! Yang penting kita pemilik desa ini mau bertindak. Ayo semuanya, siapa yang mau? Siapa yang mau?”
Banyak warga yang tertawa karena tindakan Savo itu. Ada yang mengejek dia. Ada yang diam. Tetapi ada juga yang sadar bahwa masalah desa perlu diatasi bersama, tetapi karena banyak yang tetap diam akhirnya mereka terbawa dan ikut diam.
Savo kecewa. Benar-benar kecewa. “Ndari kalau kau mau mengikuti mereka silahkan, aku tidak memaksa engkau. Tetapi aku tidak menyangka, putus asa mereka telah sebesar ini.” “Tidak Savo, aku akan mengikuti ajakanmu untuk mengatahi desa ini. Banyak suka dan duka sudah kita alami bersama. Setelah 5 tahun kita berpisah, kini saatnya kita ulangi kebersamaan kita. Kita berjuang bersama, kita buktikan kepada warga dan kepada Pak Samsudin bahwa kita bisa.”
Hanya Ndari saja yang mau mengikuti ajakan Savo. Setelah itu, mereka berdua mulai berjuang memulihkan Desa Sidodadi kembali seperti semula. Hasil belajar Savo selama ini tidak sia-sia. Ternyata dari hal yang mengecewakan tersebut, Savo dapat membantu desanya dengan ilmu yang didapat dari Australia.
Pertama mereka hanya membersihkan lingkungan yang paling kumuh. Rasa capek sedikit demi sedikit mulai terasa. Tetapi Ndari menemukan satu ide, “ Bagaimana kalau kita ajak anak-anak kecil di sekitar sini untuk membantu? Mereka pasti mau.” Akhirnya usaha Ndari berhasil. Sehingga mereka dibantu oleh beberapa anak kecil.
Masyarakat yang melihat hal itu, merasa ingin membantu. Keringat yang mengucur di tubuh Savo menggugah hati mereka. Sedikit demi sedikit dari mereka mulai membantu. Setelah itu, Savo berfikir untuk mengajak masyarakat yang lain kembali, mungkin dengan kesadaran sebagian masyarakat tersebut juga akan menyadarkan masyarakat yang lain. Savo mengajak mereka untuk berkeliling desa guna mengajak masyarakat yang lain. Hasilnya, banyak masyarakat yang mau mengikuti Savo.
Selama 3 hari, Desa Sidodadi melaksanakan kerja bakti, yang berupa bersih lingkungan, menanam tanaman hias, pemasangan lampu pada jalan yang gelap dan perbaikan jalan dengan swadaya sendiri. Savo mendapat banyak pujian dari masyarakat. Orang tua Savo dan Ndari bangga pada Savo, karena berhasil memulihkan desa tersebut, walaupun belum sepenuhnya kembali seperti dulu.
Sepulang Pak Samsudin dari liburan di Kota Batu, dia kaget melihat kondisi desa yang sedemikian rupa. Lalu dia memanggil salah seorang warga dan bertanya kepadanya, “Siapa yang menjadikan desaku ini menjadi sebersih ini. Lancang sekali dia melangkahi kekuasaanku.” “Ini semua hasil dari Savo yang mengajak masyarakat kerja bakti.” Akhirnya Savo dipanggil Pak Samsudin, disana Savo dihajar oleh Pak Samsudin karena dianggap melangkahi kekuasaannya. Ketika masyarakat mengetahui hal itu, bersama-sama mereka menuju rumah Pak Samsudin untuk memprotes tidakannya tersebut sekaligus mereka memintanya untuk mundur dari jabatan kepala desa. Tindakan masyarakat sungguh brutal, rumah Pak samsudin menjadi bulan-bulanan mereka begitu pula dengan mobil mobil yang dimilikinya. Saat itu pula, ternyata Savo masuk rumah sakit. Mendengar hal itu, Pak Samsudin sadar bahwa selama ini dia melakukan kesalahan yang besar pada desa itu. Dan saat itu pula, dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan yang dia emban.
Savo tidak bisa melihat keputusan kepala desanya itu. Tetapi disana dia bersama Ndari turut bergembira akan keputusannya itu. Ini semua berkat jasa Savo juga Ndari yang telah mau diajak Savo memgembalikan kondisi desa tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)